Prabowo Subianto

Prabowo Tegaskan Antikorupsi, Tolak Keponakan Ikut Proyek Pertahanan

Prabowo Tegaskan Antikorupsi, Tolak Keponakan Ikut Proyek Pertahanan
Prabowo Tegaskan Antikorupsi, Tolak Keponakan Ikut Proyek Pertahanan

JAKARTA - Dalam forum bergengsi Forbes Global CEO Conference 2025 di Hotel St Regis, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto membagikan kisah yang mencerminkan integritas dan komitmennya terhadap pemberantasan praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN). 

Di hadapan lebih dari 400 CEO global, Prabowo menceritakan bagaimana dirinya menolak perusahaan keluarganya sendiri yang berpartisipasi dalam tender proyek pertahanan saat ia masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

Kisah ini menjadi sorotan bukan hanya karena keputusannya yang tegas, tetapi juga karena pesan moral di baliknya—bahwa pemimpin harus memberikan teladan nyata dalam memerangi korupsi, meskipun itu berarti menghadapi konsekuensi pribadi di lingkup keluarga.

Menolak Nepotisme, Membangun Kepercayaan

Prabowo membuka cerita dengan mengenang sebuah peristiwa saat konferensi proyek pertahanan. Kala itu, ia menerima laporan dari kepala logistik mengenai daftar perusahaan yang lolos seleksi tender. Dari ratusan proyek, ada satu perusahaan yang ternyata dimiliki oleh keponakannya sendiri.

“Jadi suatu kali kami mengadakan konferensi proyek pertahanan di bidang pertahanan. Kepala logistik saya melapor kepada saya, ‘Pak, kami punya 250 proyek ini, dan izinkan saya melapor kepada Anda proyek nomor satu, tiga perusahaan dalam daftar pendek, perusahaan A, perusahaan B, perusahaan tiga. Oh, ngomong-ngomong, Pak, saya ingin melapor di perusahaan C, ada salah satu keponakan Anda, lihat daftarnya’,” tutur Prabowo dalam forum tersebut.

Mengetahui hal itu, Prabowo segera mengambil langkah tegas. Ia menuliskan semua nama anggota keluarganya agar tidak ada lagi pihak keluarga yang bisa ikut dalam proyek di bawah kementeriannya. Dengan tegas, perusahaan yang terkait keluarganya langsung dicoret dari daftar tender.

“Oh, ngomong-ngomong, Pak, dalam proyek ini, keponakan anda yang lain. Saya tulis semua keluarga saya. Jadi mungkin saya laporkan nama-namanya, dan kemudian mereka tidak lolos,” ujar Prabowo.

Teladan dari Pemimpin

Keputusan itu tentu tidak mudah. Prabowo mengaku sempat menghadapi ketegangan dalam keluarganya setelah tindakan tersebut. Ia bahkan mengatakan bahwa selama beberapa bulan setelah kejadian itu, hubungan dengan para keponakannya menjadi renggang.

“Jadi saya kesulitan bertemu keponakan-keponakan saya selama beberapa, empat bulan setelah itu. Tapi ya, Anda harus memberi contoh. Itu tidak mudah, tetapi Anda harus melakukannya,” kata Prabowo menegaskan.

Cerita tersebut bukan sekadar anekdot pribadi, melainkan refleksi dari prinsip kepemimpinan yang ingin ia tegakkan. Sebagai kepala negara, Prabowo ingin menunjukkan bahwa integritas dimulai dari diri sendiri. 

Dengan menolak nepotisme dalam proyek pertahanan, ia mengirim pesan bahwa reformasi birokrasi dan pengelolaan pemerintahan bersih harus berangkat dari keteladanan.

Korupsi: Penyakit yang Menggerogoti Negara

Dalam kesempatan yang sama, Prabowo mengibaratkan korupsi sebagai “penyakit kronis yang sudah mencapai stadium empat”. Ia menilai, jika korupsi dibiarkan tumbuh, maka bukan hanya sistem pemerintahan yang rusak, tetapi juga masa depan bangsa yang akan terancam.

“Korupsi itu sangat sulit. Korupsi, menurut saya, adalah penyakit. Begitu mencapai stadium empat, seperti kanker, itu sangat sulit. Tapi korupsi, dalam pembacaan sejarah saya, korupsi akan menghancurkan negara, bangsa, dan rezim,” ujarnya.

Prabowo menekankan bahwa untuk melawan korupsi, tidak cukup dengan regulasi dan penegakan hukum. Pemimpin harus berani menunjukkan komitmen melalui tindakan nyata.

 “Jadi, ya, saya bertekad untuk mencoba memberantas korupsi. Dan terkadang satu-satunya hal adalah Anda harus memberi contoh, bukan?” ujarnya lagi.

Tantangan dalam Dunia Bisnis dan Pemerintahan

Meski berkomitmen kuat untuk memerangi korupsi, Prabowo tidak menutup mata bahwa praktik tersebut sulit diberantas sepenuhnya. Ia mengakui bahwa dunia bisnis di Indonesia memiliki tantangan tersendiri karena banyak pelaku usaha yang “terlalu kreatif” dalam mencari celah untuk mendapatkan keuntungan.

“Setelah dua, tiga bulan, Anda tahu pebisnis sangat kreatif, bukan? Terutama pebisnis Indonesia. 

Jadi mereka akan menemukan cara dan sarana,” katanya disambut tawa hadirin. Prabowo lalu menambahkan kisah lanjutan yang kembali menegaskan prinsipnya. Ia menceritakan bagaimana salah satu keponakannya sempat mendatanginya lagi untuk menawarkan proyek lain.

 Namun, Prabowo menolak dengan alasan jelas: keponakannya tidak memiliki pengalaman di bidang pertahanan.

“Dan kemudian suatu hari saya menemukan salah satu keponakan saya datang kepada saya. Dengan proyek da-da-da-da, saya bilang, ‘Ayolah, Anda belum pernah di pertahanan. Anda tidak mengerti pertahanan, oke? Jadi tidak, Anda cari saja bisnis lain,’” kisahnya disampaikan dengan tegas namun disertai senyum khasnya.

Kepemimpinan dengan Ketegasan dan Integritas

Kisah Prabowo di forum tersebut menjadi gambaran tentang bagaimana ia memandang kepemimpinan: bukan sekadar posisi kekuasaan, tetapi tanggung jawab moral. 

Dengan menolak perusahaan keluarganya sendiri, Prabowo menunjukkan bahwa prinsip keadilan dan integritas tidak boleh dikompromikan, bahkan demi hubungan darah.

Sikap tegas itu juga memberi pesan kepada para pelaku bisnis bahwa kedekatan personal tidak bisa menjadi jaminan untuk memperoleh proyek strategis. Dalam konteks pemerintahan modern, hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan reputasi negara di mata dunia.

Prabowo pun menegaskan bahwa reformasi birokrasi dan perbaikan tata kelola hanya akan berhasil jika dimulai dari keteladanan. “Anda harus memberi contoh,” ucapnya berulang kali, seolah ingin memastikan pesan moral itu tertanam dalam benak para pemimpin dunia yang hadir.

Penutup: Keteladanan sebagai Kunci Pemberantasan Korupsi

Cerita Prabowo bukan sekadar potret pribadi seorang pemimpin, melainkan cermin nilai-nilai yang ia anut: disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab. Dalam upaya membangun Indonesia yang lebih bersih dari praktik korupsi, langkah seperti ini menjadi pondasi penting.

Dengan menyamakan korupsi seperti “kanker stadium empat,” Prabowo menegaskan bahwa pencegahan harus dilakukan sedini mungkin—dimulai dari diri pemimpin. 

Sikapnya dalam menolak perusahaan keluarga sendiri adalah bentuk nyata dari komitmen moral yang diharapkan bisa menjadi contoh bagi pejabat publik lainnya.

Melalui kisah sederhana namun penuh makna ini, Prabowo ingin menegaskan bahwa perang melawan korupsi tidak hanya membutuhkan aturan yang kuat, tetapi juga pemimpin yang berani memberi teladan, meskipun harus menanggung risiko pribadi. Dan itulah esensi dari kepemimpinan sejati.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index