JAKARTA - Industri semen nasional menghadapi dinamika yang cukup kontras sepanjang kuartal III-2025. Sementara penjualan di dalam negeri mengalami perlambatan, pasar ekspor justru menunjukkan pertumbuhan signifikan, menjadi salah satu penopang industri yang tengah lesu.
Menurut Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo, volume penjualan semen di pasar domestik hingga September 2025 tercatat sebesar 45,67 juta ton, turun sekitar 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini membuat realisasi penjualan berada di bawah ekspektasi industri.
“Penjualan tidak sesuai ekspektasi karena di bawah tahun lalu untuk periode sampai kuartal ketiga, minus 2,4%,” ujar Lilik saat dihubungi.
Lonjakan Ekspor Jadi Sinar Positif
Di tengah tekanan pasar domestik, ekspor semen justru meningkat. Volume pengiriman ke luar negeri mencapai 920.000 ton, atau naik sekitar 17%, sementara ekspor produk setengah jadi, seperti klinker, mencatat pertumbuhan 20%.
Negara tujuan utama ekspor semen adalah Timor Leste dan Australia, sedangkan klinker terutama dikirim ke Bangladesh, Taiwan, dan Australia. Lilik menilai pertumbuhan ekspor ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan di negara tujuan serta daya saing produk Indonesia yang cukup kuat di pasar internasional.
“Di negara tujuan, kebutuhan juga naik. Di samping ada negara yang kondisinya membuat produk Indonesia lebih kompetitif,” tambah Lilik.
Meski demikian, kenaikan ekspor belum mampu menggantikan penurunan pasar domestik. Volume ekspor masih relatif kecil dibandingkan total penjualan di dalam negeri, sehingga industri semen secara keseluruhan tetap mengalami tekanan.
Faktor-Faktor Penurunan Penjualan
ASI mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan penurunan penjualan domestik. Pertama, kondisi ekonomi nasional yang cenderung melemah dibandingkan tahun lalu. Kedua, perlambatan proyek infrastruktur akibat pemotongan anggaran pemerintah.
Selain itu, ketidakjelasan pelaksanaan Program 3 Juta Rumah turut memengaruhi permintaan semen. Program ini awalnya diharapkan mampu meningkatkan kebutuhan semen hingga 6 juta ton, namun realisasinya hingga saat ini masih belum terlihat.
“Programnya masih belum clear. Tadinya kami ekspektasi kalau program ini jalan, bisa mendongkrak sekitar 6 juta ton kebutuhan semen,” terang Lilik.
Proyeksi Penjualan Sepanjang 2025
Melihat tren saat ini, ASI memproyeksikan penjualan semen domestik sepanjang 2025 berpotensi turun sekitar 1,5%–1,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Lilik menekankan pentingnya stimulus ekonomi dan percepatan proyek infrastruktur untuk mendorong permintaan semen.
“Kami berharap stimulus ekonomi bisa memacu kebutuhan semen. Kita lihat Oktober nanti. Tapi kami simulasikan full year tetap minus (penjualan menurun dibandingkan tahun lalu),” ujarnya.
Strategi Industri Menghadapi Tekanan
Industri semen saat ini menyesuaikan strategi dengan fokus memperkuat ekspor dan efisiensi operasional. Perusahaan juga terus memantau proyek infrastruktur domestik yang berpotensi menjadi penggerak permintaan di sisa tahun 2025.
Beberapa pemain utama, seperti Indocement (INTP), bahkan mulai memprioritaskan penguatan pasar ekspor sebagai upaya diversifikasi risiko akibat melambatnya konsumsi dalam negeri. Langkah ini sejalan dengan tren peningkatan volume ekspor semen dan klinker yang tercatat di kuartal III-2025.
Kesimpulan
Meski menghadapi tekanan di pasar domestik, industri semen Indonesia tetap menunjukkan daya tahan melalui peningkatan ekspor. Ke depan, percepatan proyek infrastruktur, kepastian program pemerintah, dan stimulus ekonomi akan menjadi faktor kunci untuk menstabilkan penjualan domestik.
Dengan begitu, meskipun penjualan di dalam negeri melambat, lonjakan ekspor menjadi harapan bagi pelaku industri untuk menjaga kinerja dan pertumbuhan sektor semen nasional.